Senin, 25 November 2013

RASA DALAM PERASAAN MANUSIA

Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal Rasa ? Memang kalau hanya sampai pada tingkat Syariat, bab rasa tidak pernah dibicarakan atau disinggung. Tetapi pada tingkat Tarekat keatas bab rasa ini mulai disinggung. Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang Percipta itu.
Karena ALLAH maha GHOIB maka dalam mengenal hal GHOIB kita wajib mengaji rasa.
Jadi jelas berbeda dengan tingkat syariat yang memang mengaji telinga dan mulut saja.Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya.Bukan Batin!
Bab rasa dapat dibagi dalam beberapa golongan .Yaitu : RASA TUNGGAL, SEJATINYA RASA, RASA SEJATI, RASA TUNGGAL JATI.
Mengaji Rasa sangat diperlukan dalam mengenal GHOIB.Karena hanya dengan mengaji rasa yang dimiliki oleh batin itulah maka kita akan mengenal dalam arti yang sebenarnya,apa itu GHOIB.
1. RASA TUNGGAL
Yang empunya Rasa Tunggal ini ialah jasad/jasmani. Yaitu rasa lelah, lemah dan capai. Kalau Rasa lapar dan haus itu bukan milik jasmani melainkan milik nafsu.
Mengapa jasmani memiliki rasa Tunggal ini. Karena sesungguhnya dalam jasmani/jasad ada penguasanya/penunggunya. Orang tentu mengenal nama QODHAM atau ALIF LAM ALIF. Itulah sebabnya maka didalam AL QUR’AN, ALLAH memerintahkan agar kita mau merawat jasad/jasmani. Kalau perlu, kita harus menanyakan kepada orang yang ahli/mengerti. Selain merawatnya agar tidak terkena penyakit jasmani, kita pun harus merawatnya agar tidak menjadi korban karena ulah hawa nafsu maka jasad kedinginan, kepanasan ataupun masuk angin.
Bila soal-soal ini kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, niscaya jasad kita juga tahu terima kasih. Kalau dia kita perlakukan dengan baik, maka kebaikan kita pun akan dibalas dengan kebaikan pula. Karena sesungguhnya jasad itu pakaian sementara untuk hidup  sementara dialam fana ini. Kalau selama hidup jasad kita rawat dengan sungguh-sungguh (kita bersihkan 2 x sehari/mandi, sebelum puasa keramas, sebelum sholat berwudhu dulu, dan tidak menjadi korban hawa nafsu, serta kita lindungi dari pengaruh alam), maka dikala hendak mati jasad yang sudah suci itu pasti akan mau diajak bersama-sama kembali keasal, untuk kembali ke sang pencipta. Seperti halnya kita bersama-sama pada waktu dating/lahir kealam fana ini. Mati yang demikian dinamakan mati Tilem (tidur) atau mati sempurna. Pandangan yang kita lakukan malah sebaliknya. Mati dengan meninggalkan jasad. Kalau jasad sampai dikubur, maka QODHAM atau ALIF LAM ALIF, akan mengalami siksa kubur. Dan kelak dihari kiamat akan dibangkitkan.
Dalam mencari nafkah baik lahir maupun batin, jangan mengabaikan jasad. Jangan melupakan waktu istirahat. Sebab itu ALLAH ciptakan waktu 24 jam (8 jam untuk mencari nafkah, 8 jam untuk beribadah, dan 8 jam untuk beristirahat). Juga dalam hal berpuasa, jangan sampai mengabaikan jasad. Sebab itu ALLAH tidak suka yang berlebih-lebihan. Karena yang suka berlebih-lebihan itu adalah Dzad (angan-angan). Karena dzad mempunyai sifat selalu tidak merasa puas.
2. SEJATINYA RASA
Apapun yang datangnya dari luar tubuh dan menimbulkan adanya rasa, maka rasa itu dinamakan sejatinya rasa. Jadi sejatinya rasa adalah milik panca indera:
  • MATA : Senang karena mata dapat melihat sesuatu yang indah atau tidak senang bila mata melihat hal-hal yang tidak pada tenpatnya.
  • TELINGA : Senang karena mendengar suara yang merdu atau tidak senang mendengar isu atau fitnahan orang.
  •  HIDUNG : Senang mencium bebauan wangi/harum atau tidak senang mencium  bebauan yang busuk.
  • KULIT : Senang kalau bersinggungan dengan orang yang disayang atau tidak senang bersunggungan dengan orang yang nerpenyakitan.
  • LIDAH : Senang makan atau minum yang enak-enak atau tidak senang memakan makanan yang busuk.

3. RASA SEJATI
Rasa sejati akan timbul bila terdapat rangsangan dari luar, dan dari tubuh kita akan mengeluarkan sesuatu. Pada waktu keluarnya sesuatu dari tubuh kita itu, maka timbul Rasa Sejati. Untuk jelasnya lagi Rasa Sejati timbul pada waktu klimaks/pada waktu melakukan hubungan seksual.
4. RASA TUNGGAL JATI
Rasa Tunggal Jati sering diperoleh oleh mereka yang sudah dapat melakukan Meraga Sukma (keluar dari jasad) dan Solat Dha’im.

Beda antara Meraga Sukma dan Sholat Dha’im ialah :
1.      Kalau Meraga Sukma jasad masih ada.batin keluar dan dapat pergi kemana saja.
2.      Kalau Sholat Dha’im jasad dan batin kembali keujud Nur dan lalu dapat pergi kemana  saja yang dikehendaki. Juga dapat kembali / bepergian ke ALAM LAUHUL MAKHFUZ.
Bila kita Meraga Sukma maupun sholat Dha’im, mula pertama dari ujung kaki akan terasa seperti ada“aliran“ yang menuju ke atas / kekepala. Pada Meraga sukma, bila “aliran“ itu setibanya didada akan menimbulkan rasa ragu-ragu/khawatir atau was-was. Bila kita ikhlas, maka kejadian selanjutnya kita dapat keluar dari jasad, dan yang keluar itu ternyata masih memiliki jasad. Memang sesungguhnyalah, bahwa setiap manusia itu memiliki 3 buah wadah lagi, selain jasad/jasmani yang tampak oleh mata lahir ini. Pada bagian lain bab ini akan kita kupas.Kalau sholat Dha’im bertepatan dengan adanya “Aliran“ dari arah ujung kaki, maka dengan cepat bagian tubuh kita akan “Menghilang“ dan kita akan berubah menjadi seberkas Nur sebesar biji ketumbar dibelah 7 bagian. Bercahaya bagai sebutir berlian yang berkilauan. Nah, rasa keluar dari jasad atau rasa berubah menjadi setitik Nur. Nur inilah yang disebut sebagai Rasa Tunggal Jati. Selain itu, baik dalam Meraga Sukma maupun Sholat Dha’im. Bila hendak bepergian kemana-mana kita tinggal meniatkan saja maka sudah sampai. Rasa ini juga dapat disebut Rasa Tunggal Jati. Sebab dalam bepergian itu kita sudah tidak merasakan haus, lapar, kehausan, kedinginan dan lain sebagainya. Bagi mereka yang berkeinginan untuk dapat melakukan Meraga Sukma dianjurkan untuk sering Tirakat/Kannat puasa. Jadikanlah puasa itu sebagai suatu kegemaran. Dan yang penting juga jangan dilupakan melakukan Dzikir gabungan NAFI-ISBAT dan QOLBU. Dalam sehari-hari sudah pada tahapan lillahi ta’ala.

Hal ini berlaku baik mereka yang menghendaki untuk dapat melakukan SHOLAT DHA’IM. Kalau Meraga Sukma mempergunakan Nur ALLAH, tapi bila SHOLAT DHA’IM sudah mempergunakan Nur ILLAHI. Karena ada Rasa Sejati, maka Rasa merupakan asal usul segala sesuatu yang ada. Oleh sebab itu bila hendak mendalami ilmu MA’RIFAT Islam dianjurkan untuk selalu bertindak berdasarkan rasa. Artinya jangan membenci, jangan menaruh dendam, jangan iri, jangan sirik, jangan bertindak sembrono, jangan bertindak kasar terhadap sesame manusia, dll. Sebab dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita ini semua sama , karena masing-masing memiliki rasa. Rasa merupakan lingkaran penghubung antara etika pergaulan antar manusia, juga sebagai lingkaran penghubung pergaulan umat dengan Penciptanya. Rasa Tunggal jati ini mempunyai arti dan makna yang luas. Karena bagai hidup itu sendiri. Apapun yang hidup mempunyai arti. Dan apapun yang mempunyai arti itu hidup. Sama halnya apapun yang hidup mempunyai Rasa. Dan apapun yang mempunyai Rasa itu Hidup.
Dengan penjelasan ini, maka dapat diambil kesimpilan bahwa yang mendiami Rasa itu adalah Hidup. Dan Hidup itu sendiri ialah Sang Pencipta/ALLAH. Padahal kita semua ini umat yang hidup. Jadi sama ada Penciptanya. Oleh sebab itu, umat manusia harus saling menghormati, tidak saling merugikan, bahkan harus saling tolong menolang dll.

Dan hal ini sesuai dalam firman ALLAH : “HAI MANUSIA! MASUKLAH KALIAN DALAM PERDAMAIAN, JANGAN BERPECAH BELAH MENGIKUTI LANGKAH SYAITAN, SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU MUSUHMU YANG NYATA”



Sumber: Alang alang kumitir

Minggu, 27 Oktober 2013

Sek sualitas Laki-Laki Dan Perempuan

Kesadaran orang Bugis mengenai eksistensi seksualitas sebagai sesuatu yang fundamental[1] pada diri manusia  telah dijumpai dalam mitologi I La Galigo. Dalam cerita  I La Galigo[2] dikisahkan tentang seorang putra lajang turunan bangsawan botillangiq (langit) bernama Batara Guru yang diutus olehDewata (Tuhan) ke allĂ©lino (bumi) yang masih kosong sebagai penghuni pertama. Baru tujuh hari tujuh malam di bumi serta-merta Batara Guru didera perasaan “kesepian” yang tak terkira, sehingga ia memohon kepada Dewata agar diperkenankan kembali ke langit. Namun keadaan segera berubah setelah putri We Nyiliqtimo datang dari dunia bawah (uriqliu) untuk menemani sekaligus menjadi istrinya. Kesepiannya pun hilang seketika. Batara Guru pun kerasan tinggal di bumi sampai akhirnya mereka melahirkan anak-cucu sebagai cikal-bakal penghuni bumi (Luwu ).     Manuskrip atau lontara Bugis yang secara khusus mengemas masalah seksualitas sampai hal yang paling subtansif dikenal dengan nama lontara Assikalaibineng. Manuskrip ini menyajikan pengetahuan seks mulai dari konsep filosofi seks, pengetahuan alat reproduksi, tahapan atau prosedur hubungan, doa-doa, mantra-mantra, teknik perangsangan, posisi dan gaya persetubuhan, teknik sentuhan, penentuan jenis kelamin anak, pengendalian kehamilan, waktu baik dan buruk dalam  persetubuhan, tatacara pembersihan tubuh, pengobatan  kelamin, serta perilaku-perilaku  seksual lainnya (Hadrawi, 1999 dan 2006). Lontara seks Bugis ini dapat disejajarkan dengan kitab seks lain seperti Serat Centini dan Serat Nitimani dalam masyarakat Jawa, Kama Sutra pada masyarakat India, dan Ars Amatoria (The Art of Love) pada bangsa Romawi.  Tidak jauh berbeda dengan kitab seks lainnya, Assikalaibineng secara khusus juga mengajarkan aspek-aspek seksualitas sampai pada hakekat atau derajat pemahaman seksual yang paling tinggi dan ideal terhadap manusia.
          Secara historis, sejak sekitar abad XVII, tasawuf Islam telah berkembang di tengah masyarakat Bugis-Makassar. Pada saat itu, Assikalaibineng telah melembaga dalam masyarakat terutama pada kalangan bangsawan, aristokrat, dan kaum santri.  Kepemilikan pengetahuan Assikalaibineng dalam masyarakat relatif terkait dengan sistem genealogi keluarga atau kelompok tarekat keagamaan. Pewarisan pengetahuan Assikalaibineng melalui media lisan yang ditransfer kepada seseorang lazimnya dilakukan ketika ia akan memasuki perkawinan. Pengetahuan Assikalaibineng yang diperoleh itu kemudian menjadi bekal untuk praktik seks yang dianggap benar dan bermutu. Namun, sajian pengetahuan seks yang lebih lengkap dan utuh secara rinci terdokumentasi dalam lontaraAssikalaibineng.
          Assikalaibineng bagi masyarakat Bugis merupakan teks yang bersifat practical knowledge, sebab pengetahuan yang ada di dalamnya dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Roger Tol, 1993). Dalam sistem kebudayaan Bugis ia terposisikan sebagai pengetahuan positif yang bermanfaat bagi pembinaan kehidupan seksual keluarga. Teksnya memberikan wawasan pada manusia bahwa seks tidak  sekadar berdimensi biologis, tetapi juga berdimensi psikologis, sosial, serta spiritual. Terkait dengan itu maka seks tidak sekadar dipahami dalam proporsi sebagai kesadaran biologis belaka, tetapi telah menjadi bagian dari sistem sosial yang didasari oleh seperangkat nilai agama (Islam) dan budaya Bugis.
          Kenyataan mengungkapkan bahwa teks-teks tradisional pada umumnya yang disublimasi oleh doktrin-doktrin keagamaan relatif tidak memberikan “ruang” setara dan adil bagi perempuan. Teks yang secara khusus mengandung relasi suami istri (seksualitas), kerapkali menyimpan konsep “relasi kuasa” dengan memosisikan istri (perempuan) sebagai pihak yang ternegasikan baik pada sektor domestik (rumah tangga) maupun pada sektor publik (lingkungan sosial).  Di pihak lain, laki-laki digambarkan sebagai “penguasa”, sedangkan perempuan sebagai “rakyat”. Sistem relasi yang timpang itu kemudian memunculkan potensi terjadinya tindak kekerasan terhadap kaum perempuan. Kitab Uqud al-Lujayn karya Syaikh Nawawi dari Banten misalnya menyebutkan, laki-laki diperkenankan memukul istri jika tidak mematuhi aturan yang dikehendaki suami. Tak berbeda dengan cerita seperti I Daramatasia di Sulawesi Selatan yang juga mengandung tema yang bias jender  dengan menggambarkan perempuan sebagai makhluk lemah. Tokoh istri terposisikan sebagai “hamba” atau “pelayan” atas kebutuhan dan tirani suami. Doktrin teks seperti ini, yang dikenal bernuansa agama, secara literal turut mengambil andil mengkonstruksi ideologi yang merugikan kaum perempuan, karena mengajarkan sekaligus melegitimasi paham dominasi laki-laki terhadap perempuan.
         Tulisan ini akan  mengupas konstruksi gender secara spesifik pada fenomena seksual dalam manuskrip seks Bugis dengan berangkat dari sebuah pertanyaan: “bagaimana kedudukan laki-laki dan perempuan melalui konstruksi identitas dan peran gender dalam aktivitas seks menurut Assikalaibineng?

Kamis, 11 April 2013

BENCANA ALAM


Dunia ini bukanlah tempat yang tenang dan tenteram. Kita semua rentan terhadap berbagai ancaman alam, baik dari luar maupun dari dalam. Meteor dan asteroid misalnya, hanyalah sebagian kecil yang mungkin menjadi ancaman terhadap bumi dari luar angkasa. Adapun bumi yang tampaknya kokoh, bagian dalamnya memiliki inti dari berbagai elemen cair. Tentu tidak berlebihan bila bagian yang tak terlihat mata ini dinamai "inti yang menyala". Memang ada pula atmosfer di sekeliling bumi, yang merupakan "perisai" terhadap ancaman-ancaman eksternal. Namun, tak ada satu pun bagian dari bumi yang kebal terhadap dampak kekuatan atmosfer seperti hujan badai atau angin topan.
Berbagai bencana alam dapat menyerang kapan saja, menyebabkan kehilangan harta dan nyawa. Gempa bumi, halilintar, banjir, kebakaran hutan, hujan asam, dan gelombang pasang, yang umum disebut bencana "alam", memiliki intensitas dan akibat yang berbeda-beda. Kesamaan dari semua bencana tersebut adalah mereka mampu dalam seketika membuat sebuah kota , berikut seluruh penghuninya, tinggal reruntuhan belaka. Yang paling penting, tak ada manusia yang memiliki kekuatan untuk melawan ataupun mencegah bencana alam ini.

Api yang disulut oleh seorang pembakar rumah di tebing kering diatas Pantai Laguna, California, memicu kebakaran kota yang paling buruk di tahun 1993. Api menghanguskan sekitar 14.000 acre (kl. 6500 ha) dan sebanyak 441 rumah. Kompleks perumahan Mystic Hill menderita kerugian terbesar, dengan 286 rumah menjadi abu.1
Kehancuran besar merupakan peninggalan dari malapetaka di semua penjuru planet ini. Sekalipun begitu, suatu bencana selalu berpengaruh hanya pada wilayah tertentu, berkat keseimbangan alam yang rumit yang diciptakan Allah. Ada perlindungan penting di bumi untuk semua makhluk hidup, termasuk manusia. Walau begitu, kemungkinan terjadinya bencana alam yang menghancurkan selalu mengintai. Allah menciptakan bencana-bencana alam itu untuk memperlihatkan pada kita betapa terkadang tempat hidup kita sangat tidak aman. Gejolak alam ini merupakan peringatan kepada seluruh umat manusia bahwa kita tak mampu mengendalikan apa pun di muka bumi ini. Demikian juga, setiap bencana alam dimaksudkan untuk mengingatkan kita pada kelemahan yang sudah melekat pada diri kita. Semua ini tentunya peringatan bagi siapa yang dapat merenungkan arti peristiwa-peristiwa itu dan mengambil pelajaran darinya.
Apa lagi yang harus dipelajari manusia dari bencana alam?
Dunia ini diciptakan khusus bagi manusia. Alasan mengapa manusia diciptakan, telah jelas sekali diterangkan dalam ayat ini:
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-Nya (Singgasana-Nya) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Huud, 11: 7)