Selasa, 22 April 2014

SEJARAH JAWADWIPA

Kini dengarlah pula kisah silam Jawadwipa nan terkandung dalam karya pujangga, prasasti dan ingatan bangsa.

Di Tenggara benua Asia, dalam kelompok kepulauan Nusantara Jawadwipa terletak anggun dan perkasa merekah gagah, pancarkan seni budaya pahlawan masa dan ksatria budi luhur Pantai Utaranya terima deburan ombak laut Jawa Selat Sunda memisahkannya dan bumi Swarnadwipa di sebelah Barat di sebelah Timur berbaris memanjang Kepulauan Nusa Tenggara dan ombak laut Selatan, Samudra Indonesia, ramaikan Jawadwipa Tegak menjulang barisan pegunungan di bagian tengah pulau Gunung-gunung Gede, Pangrango, Slamet, Merapi, Merbabu, Dieng, Bromo, Kelud dan Semeru menjangkau  awan putih, sinarkan wahyu semangat Dari sana mata air alirkan sungai-sungai Citarum, Ciliwung, Bengawan Solo dan Kali Brantas. Hidupkan lembah-lembah hijau Jawadwipa. Di kala mentari pagi beranjangsana ke atas dunia Tampak air kali coklat berbuih mengalir tenang, suburkan petak-petak sawah kuning padi merunduk melambai tertiup angin hijau segar nampak hutan-hutannya. Tatkala gelap malam naungi bumi Jawadwipasinar perak rembulan memancar di atasnya lalu terdengar seruan jangkrik mendesing bertingkahan dengan paduan suara katak nan riuh rendah Sungguh indah sang putri Nusantara, Jawadwipa Dan amatlah tua sejarahnya.

Ratusan ribu tahun yang silam manusia Jawa hidup di dataran rendah pulau ia dikenal dengan nama kera yang berdiri tegak atau Pithecantropus Erectus Mojokertoensis berkelompok mereka hidup, berkembang biak dan berburu bersaingan dengan binatang-binatang hutan Lalu ribuan tahun yang telah silam sebelum Kristus lahir, sebelum ada tarikh Saka dari tanah Utara, di sekitar Cina Selatan, Yunnan dan Tonkin nenek moyang bangsa Melayu tiba dengan ratusan perahu ke Nusantara sebagian tinggal menetap sebagian berlayar terus ke Philipina, Madagaskar Irian dan pulau-pulau Polynesia Desa-desa terbentuk dengan wilayahnya tempat masyarakat, yang bersifat kerakyatan, menetap Alat-alat senjata dari perunggu dan besi serta kepandaian tanah liat, menganyam dan menanam padi memulai kebudayaan di Jawadwipa.

Dalam abad pertama tarikh Masehi datanglah orang-orang Hindu dari India Bersama mereka, para pedagang, pendeta dan Pangeran agama Hindu dan Buddha tibalah Pangeran Aji Saka, yang mulia perkasa membawa aksara Sanskrit dan Pallawa yang di Jawadwipa lalu menjadi abjad-abjad:
Ha    Na    Ca   Ra    Ka
Da    Ta    Sa   Sa    La
Pa    Da    Ja   Ya    Nya
Ma    Ga    Ba   Tha   Nga
kala itulah sejarah agung dimulai pada permulaan tarikh Saka.


Di Jawadwipa, di masa yang telah silam memerintah raja-raja agung yang ternama, Pertama dari para raja, Sri Baginda Punawarman, Bijaksana, adil dan pelindung rakyatnya, Penegak utama kekuasaan Tarumanegara, Dan junjungan bagian pulau sebelah Barat, Dalam abad keempat tarikh Masehi, Ia membangun pengairan sawah dengan kanal-kanal panjang di daerah Krawang karena mulianya digelari titisan dewa Wisnu dalam prasasti kali Ciaruteun, Di bagian tengah Jawadwipa dalam tahun masehi 657 tersebutlah nama kerajaan Kalingga dan ratunya, Sima, yang adil dan jujur Pada masa itu dibangun candi-candi Siwa di dataran tinggi Dieng terkenal pula waktu itu, nama Jnanabadhra guru besar agama Buddha yang tinggi ilmunya.

Tahun 732, Sanjaya memerintah Mataram, Di samping para raja wangsa Sailendra banyak didirikan candi suci sebagai baktipuja, Pawon, Mendut dan Kalasan berdiri dan atas niat raja Samarottungga, Borobudur telah berdiri, pada tahun 772 bagi keluhuran budi sang Buddha sekitar masa itulah, yaitu dalam tahun 700 kitab nyanyian Syandracarana dituliskan kemudian berpindahlah kuasa Sailendra wangsa ke Swarnadwipa, di kerajaan Sriwijaya.
Pada tahun 778 dibangunlah candi Siwa di Prambanan atas perintah raja Hindu, Daksa yang terselesaikan tahun 822, Mulai tahun 742 hingga tahun 754 Dyah Balitung yang perkasa, raja Mataram di Medang Kamulan persatukan bagian Timur dan Tengah Jawadwipa, Lalu pada tahun 847, baginda Mpu Sindok pindahkan pemerintahan ke Timur Jawadwipa di Watu Galuh, dekat Jombang, berdiri kratonnya, Pada masa pemerintahannya, Sri Sambhara Suryawarana menuliskan kitab Sang Hyang Kamahayanikan.

Pada akhir abad ke 10 tarikh Masehi, Dharmawangsa memerintah dari Watan di kaki gunung Penanggungan ialah itu yang perintahkan agar disusun kitab undang-undang Siwasasana bagi negerinya, Namun, pada tahun 928, dalam pesta kawin di kraton Watan, Dharmawangsa tewas karena serangan Wurawari, raja Lor Arang keraton dibakar, keluarga raja binasa oleh pedang disebut oleh para pujangga peristiwa itu akhir dunia (pralaya).

Airlangga, menantu Dharmawangsa yang ibundanya cucu Mpu Sindok dan ayahnya raja Bali selamat dari peristiwa sedih dimalam itu lalu disusunnya kekuatan, dipanggilnya nama Wisnu dan dibalasnya dendam pada Sang Wurawari, Pada tahun 1037 ia memerintah di Kahuripan di kaki gunung Penanggungan kemudian ia berpindah ke kraton di Daha Gelar Abiseka sang Prabu ialah: Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Erlangga Anantawikrama Uttunggadewa, Pada masa bahagia itulah ditulis karya sastra Arjuna Wiwaha dan Bhagawadgita, Sang Prabu wafat pada tahun 971 dan dua putranya yang bermusuhan memerintah di Jenggala dan Kediri dari hidup merekalah kisah-kisah Panji dituliskan.

Sekitar masa Airlangga, yaitu tahun 1030, Jawadwipa bagian sebelah Barat diperintah oleh raja Sri Jayabupati yang kratonnya terletak di Galuh Pakuan.

Pada tahun masehi 1135, dinobatkan di Kediri keturunan agung Airlangga dengan gelar Abiseka
Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudhanawatara Anindita Suhtrasingha Parakrama Uttunggadewa, Beliau raja yang keramat dan tajam pandangnya bagi masa-masa kemudian diucapkannya ramalan akan nasib Jawadwipa, akan nasib bangsanya dengan kalimat nan terselubung, arti tersembunyi Pada tahun 1157, sebelum sang Prabu wafat Mpu Sedah dan Mpu panuluh, menuliskan kita Bharatayudha.

Tahun 1107 saksikan penobatan raja di Kediri yang bergelar Abiseka Sri Maharaja Kamesware Triwikrama Awatara  Aniwariwirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa, Permaisurinya adalah Kirana Ratu putri Jenggala nan ayu jelita, Pujangga agung Mpu Dharmaja memandang raja dan ratunya, tatkala ditulisnya kisah Dewa Kamajaya dan Ratih Dewi dalam karya sastra nan halus merasuk yang bernama Smaradahana.

Kejayaan dan keagungan Kediri, hilang lenyap dikancah pertempuran Di Ganter, pada tahun 1044, Sewaktu Kertajaya Dandang Gendis terkalahkan oleh barisan Tumapel dan dahsyat Ken Arok yang lalu menjadi yang dipertuan di tanah Jawa dengan gelar Abiseka: Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, Bersama permaisuri Ken Dedes, dipuja rakyat namanya dan dimuliakan masa pemerintahannya walau Ken Arok anak orang desa para turunannya menjadi raja agung, Pada tahun 1127 wafatlah Ken arok dan naik takhta putra tirinya, Anusapati putra Ken Dedes dari suami pertamanya, Tunggul Ametung, Semangkatnya raja Anusapati; Tohjaya, putra Ken Arok dari Ken Umang, naik takhta di Kediri namun ia mati terbunuh oleh permupakatan antara Seminingrat, putra Anusapati dan Narasinghamurti, anak Mahisa Wong Ateleng, cucu Bhatara Parameswara, cicit Ken Arok dan Ken Dedes Semingrat lalu memerintah di Kutaraja dengan permaisuri Waning Hyun, adik Narasinghamurti, Narasinghamurti diangkat, jadi ratu Angabhaya Sang Prabu, gelar Abiseka Wisnuwarhana membangun pelabuhan Canggu di sungai Brantas, Putranya, Sri Lokawijaya, dinobatkan tahun 1254 dengan gelar Abiseka Sri Kertanegara waktu itulah berganti nama Kutaraja menjadi Singasari, Ialah raja yang taat pada agama, pelindung rakyat yang perkasa dan negarawan yang bijaksana, Pada tahun 1274 dikirimnya lasykar Singasari dalam peristiwa Pamalayu, ke Dharmasraya, di Jambi ditundukkannya Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa dan padanya dianugerahkan arca Amoghapasa sebagai lambang persahabatan, Dijalinnya pula hubungan akrab, dengan Jayasingawarman III, penguasa negeri Campa karena kala itu terdengar, niat maksud Khubilai Khan agar Jawadwipa sembah bakti padanya yang bahkan telah kirimkan duta besarnya tuk paksa Kertanegara terima kehendak sang kaisar Dengan marah sang Prabu mengusir utusan Tatar dan canangkan kewibawaan Singasari, Tahun 1292 terjadi peristiwa hina yang menyedihkan karena Jayakatwang, raja bawahan di Gelang-gelang berkhianat menghantam sang Prabu di kratonnya Kertanegara gugur dan berpulang ke Jinalaya dimakamkan dengan gelar: Yang Mulia di alam Siwa-Buddha Menantu sang prabu, Sanggramawijaya, disertai para hamba lari dikejar musuh, hingga tiba di Madura Arya Wiraraja lindungi ia, dan dimintakan ampun pada Jayakatwang atas ijinnya, Wijaya membangun Majapahit, dekat Majakerta dan dihimpunnya tentara, tuk balaskan dendam Kertanegara.

Namun suatu peristiwa terjadi Tanggal 1 Maret 1293, tahun Saka 1215 tentara bangsa Tatar berlabuh di Tuban dipimpin Shih Pi, Kau Hsing dan Ike Mese Berbaris berderap pasukannya masuki Jawa dwipa dan ratusan layari sungai Serayu Dengan penuh kedahsyatan, dibantu Sanggramawijaya
diserbu dan dihalaunya lasykar Jayakatwang kemudian Sanggramawijaya berbalik menikam menyerbu orang-orang Tatar, kala mereka mabuk kemenangan maka pada tanggal 24 April 1293, Saka 1215, berlayar pulanglah bala tentara Tatar

Sanggramawijaya, putra Dyah Lembu Tal, cucu Narasinghamurti dan menantu Kartanegara Dinobatkan pada Saka 15 kartika 1225, yaitu masehi 1303, dengan gelar Abiseka: Sri Kertarajasa Jayawardhana Empat putri Kartanegara, semua istri sang Prabu Tribhuwana, Mahadewi, Jayendradewi (Prajnya Paramita) dan Dyah Dewi Gayatri (Rajapatni), ibunda Tribhuwanatunggadewi
Istri kelima sang Prabu, Dara Petak Dyah Indreswari yang datang dari Dharmasraya, beliaulah ibunda Jayanegara

Semangkatnya Kertarajasa, naik takhta Jayanegara masa pemerintahannya amat penuh oleh kesedihan dan pertumpahan darah Sang Prabupun wafat pada tahun 1328 ditikam pisau tabib Tanca
Pada masa itulah Gajah mada, anak desa menanjak lekas, karena jasanya pada Sri Jayanegara

Bulan Badhra çaka 1251 (1329), Tribhuwanatunggadewi naik ke atas singgasana Majapahit, gelar sang ratu Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani masa pemerintahannya negeri aman sentosa dan sesudah gempa bumi di Pabanyu pindah pada tahun kelahiran Hayam Wuruk, tahun 1334 Gajah Mada menjadi Patih Mangkubumi kala itu diujarkannya Sumpah Palapa, persatuan Nusantara Jika telah berhasil tundukkan Nusantara saya Baru akan beristirahat. Jika Gurun, seram, Tanjung Pura, Haru, Dompo, pahang, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik telah tunduk, saya Baru akan beristirahat.
Tahun itu juga, balatentara majapahit dipersiapkan tuk menyatukan kepulauan Nusantara dibantu oleh Laksamana Nala, Adityawarman dan para mentri dua puluh tiga tahun lamanya Gajah Mada juangkan impiannya

Tahun 1350 menjadi bikhu sang ibunda ratu dan dinobatkanlah Hayam wuruk, dengan gelar Dyah Hayam Wuruk Sri Rajasanegara Masa itulah jaman keagungan bangsa Nusantara bersatu, keadaan aman tentram Terdapat pula kitab undang-undang Kutara Manawa yang ciptakan masyarakat adil di majapahit Sang Prabu, Apatih Mangkubumi, Para Mentri serta Dharmajaksa ring Kasyawan dan Dharmajaksa ring Kasogatan dijunjung diluhurkan di pelosok negeri Namun pada tahun 1357 terjadi peristiwa nista Namanya perang Bubat

Di tanah Pasundan bertakhta Prabu Maharaja Putrinya Dyah Pitaloka amat rupawan tiada tara kebanggaan istana, kemuliaan Galuh pakuan karena lamaran Dyah Hayam Wuruk, berangkat Sang Prabu sertai putrinya ke Majapahit diiring ratusan ksatria Sunda yang gagah dan cakap berperang
Di sana tinggal mereka di lapangan Bubat tuk nantikan pinangan sang Prabu Hayam Wuruk Namun Gajah Mada inginkan raja Sunda sembahkan putrinya Sebagai tanda bakti dan laku setia Amat marah terhina para ksatria Sunda ditolak permintaan, dilayani ksatria Majapahit hingga semua orang Sunda gugur, di tanah lapang Bubat

Sesudah peristiwa Bubat yang amat hina itu berhentilah perang perluasan wilayah Masa bahagia negeri majapahit berlangsung disertai dengan pembangunan candi-candi, dan pengembangan seni budaya utusan para raja di Nusantara, menghadap Sang Prabu membawa upeti Para dutapun datang berkunjung, dari negeri-negeri sahabat Sri langka, Campa dan Ayodhya Pada tahun 1365 Prapanca menulis kitab Desawarnana, yaitu Negarakertagama tentang perjalanan sang Prabu meninjau negeri
dan sejarah agung para leluhurnya Mahapatih Gajah Mada, kebanggaan negeri Majapahit, wafat  pada tahun 1364 menangis sang Prabu dan keluarganya, terharu sedih seisi negeri tak diangkat mahapatih baru untuk mengganti tak ada yang cakap, yang perwira bagai dia

Dyah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389 dan naiklah Wikramawardhana ke atas takhta ialah putra ibunda Bhre Pajang, cucu Tribhuwana Tunggadewi dan menantu Dyah Hayam wuruk
setelah masa pemerintahannya, istrinya, Kusumawardhani berganti memerintah Kemudian pada tahun 1429 Suhita menjadi ratu dialah putri Kusumawardhani dan Wikramawardhana Kertawijaya, putra Wikramawardhana dari selirnya Naik takhta pada tahun 1446 dan memerintah selama lima belas tahun kemudian kekuasaannya berpindahlah pada Wangsa Girindrawardhana

Dyah Wijayakarana, raja pertama wangsa baru dinobatkan pada tahun 1451 dua tahun lamanya sang Prabu memerintah Lalu berkuasa di Majapahit selama 15 tahunraja-raja yang bukan berasal dari Girindrawardhanawangsa Tahun 1468, naik ke atas takhta cucunda Dyah Wijayakarana, bernama Singawardhana Dyah Wijayakusuma Pamanda Dyah Wijayakusuma, Bhre Kertabumi namanya, menjadi raja pada tahun 1474 dan empat tahun sang Prabu memerintah Tahun 1486 raja Majapahit terakhir dinobatkan namanya Prabu Nata Dyah Ranawijaya, putra Singawardhana Dyah Wijayakusuma; setelah berhasil merebut mahkota dari Bhre Kertabhumi Pada tahun 1527 Sang Prabu gugur, bersama hancurnya Majapahit Karena serangan Raden Patah dari Demak Menjelang kebinasaan Majapahit, yang telah rapuh oleh perebutan kekuasaan dan iri hati masih tampil karya agung budaya luhur berujud kitab-kitab Arjunawijaya, Sutasoma, Purusadasanta yang ditulis Mpu Tantular serta Wretta Sancarya dan Siwaratrikalpa buah pikiran Mpu Tanakung

Raden Patahlah raja Islam pertama di Jawadwipa putra Bhre Kertabhumi dari istrinya putri Cina di Palembang ia dibesarkan, di tempat Arya Damar, ayah tirinya berlayarlah ia ke Jawa setelah dewasa, dan di sana dipeluknya agama Islam yang baru tiba Ditegakkannya panji-panji baru di demak,
atas bimbingan para wali dan setelah kejatuhan Majapahit, disebarkannya ajaran Sang Rasul Di Jawadwipa Kini suara azan terdengar pada pagi dan senja hari bukan lagi dengung mantra para pedanda demikian Demak berdiri, pewaris tunggal Majapahit

Kini dengarlah sejarah para raja Sunda yang memerintah di Jawadwipa sebelah Barat Setelah Prabu Maharaja gugur di medan laga Bubat bersama dengan Dyah Pitaloka yang rupawan dan para ksatria Sunda pada tahun 1357 Pada tahun 1371, setelah masa perwalian Hyang Bumi Sora, dinobatkan Prabu Niskala Wastu Kancana yang dalam usia muda memerintah di Galuh Pakuan Ialah raja yang berbajik, setia dan taat pada hukum Manu apabila tak hadir di kraton Surawisesa, beliau pergi untuk laku tapa brata rakyat bahagia tentram, lumbung desa penuh padi 104 tahun lamanya Sang Prabu berkuasa lalu wafat ia di Nusalarang, di telaga Panjalu, di bilangan Kawali Galuh Sang Prabu diganti putranya Rahiyang Dewa Niskala yang memerintah selama 7 tahun dan berpulang di Gunatiga Pada tahun 1482 naik takhta Prabu Ratu Purana Setelah diwastu bernama Prabu Guru Dewataprana

Raja yang agung, perkasa dan termashur dipindahnya ibukota ke Pakuan Pajajaran pusat negeri yang diapit sungai-sungai Ciliwung dan Cisadane dengan dermaga pelabuhannya Kapal-kapal dagang masuk dari Sunda Kelapa, Tangerang dan Merunda berlayar masuk hingga Pakuan Pajajaran lewat jalan darat para pedagang tiba; dari pelabuhan-pelabuhan Banten, Krawang dan Pontang Jalan-jalan gerobak lalu lintasi pedalaman pulau, dan Sebuah jalan raya yang amat panjang terdapat; Bermula di pakuan Pajajaran, melalui Cileungsi, Warunggede, Tanjung Pura, Krawang, Cikao, Purwakarta, Segalaherang, lalu liwati Sumedang, Tomo, Sindangkasih, Raja Galuh, Talaga, Kawali hingga ke pusat Galuh Pakuan Amatlah berkuasa sang Prabu dari Ujung Kulon hingga Pasir Luhur namanya dipuja dan disanjung hormat

Prabu Ratu Purana diwastu lagi dan bergelar Sri Baduga Maharaja, Ratu raja di Pakuan Pajajaran Dibangun atas perintahnya, sebuah istana megah dan indah penuh ukiran dan hiasan, pantas bagi Maharaja Sunda Di sanalah, di Kraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, raja mulia bersemayam dari jauh diterimanya upeti persembahan tanda setia para raja Pasundan Dipelbagai tempat asrama suci pandita didirikan Di atas tanah hadiah Sri Baginda Dibuat pula sebuah danau, bernama  Sang Hyang Talagarena Mahawijaya yang airnya mengalir suburkan sawah penduduk di telaga itu para putri bersuka ria di atas perahu seraya mendengar cicit nyanyian burung dan menatap keindahan taman Milakancana dan Samida, hutan ciptaan Baginda Bukankah terdengar pula pada nyanyian Juru pantun Cipatahunan atau Sipatahunan yang ada di talaga Rena Mahawijaya
yang sekarang hanya tinggal bekasnya ujung hulunya pada Bantar Peuteuy ujung kakinya pada Babakan Pilar Di ketinggian ujung hulu telaga, tak jauh dari kraton Sang Prabu berdiri punden keramat, tempat upacara Kuwerabakti sekali dalam setahun di sana para raja Sunda berkumpul iringi para pandita memohon berkah kesuburan tanah

Tinggi nian budaya rakyat Sunda di masa itu Jadi kekaguman orang di masa kini Seperti yang tertulis dalam kitab Siksa Kanda Karesian yang disusun tahun 1518 banyak pengetahuan dipelajari, jadi pembimbing seluruh negeri ilmu pemerintahan, ilmu perang, ilmu agama dan sanditapa; ilmu bahasa-bahasa, batik, tarian dan pewayangan; dan ilmu pelayaran dipelajari pula Sungguh gemilang Pajajaran, kebanggaan seluruh Nusantara

39 tahun lamanya Ratu Purana memerintah dan pada tahun 1521 dinobatkan putranya, Prabu Surawisesa Masa pemerintahan Sang Prabu ialah 14 tahun lalu diganti Prabu Ratu Dewata tahun 1535 Dialah yang mendirikan prasasti Batutulis di samping Sang Hyang Lingga pada tahun  Saka Panca Pandawa Ngemban Bumi tuk memuliakan kakeknya yang agung Ratu Purana, atau Prabu Siliwangi Kala itu Islam telah masuk  ke tanah Pasundan dan akhir kejayaan Pajajaranpun telah nampak 22 Juni 1527, Saka 1449 Falatehan, panglima raja Demak, menaklukan pelabuhan Sunda Kelapa yang berganti nama menjadi Jayakarta

Tahun 1543 dinobatkanlah putra Ratu Dewata namanya Sang Ratu Saksi, dan 8 tahun ia memerintah
hingga saat putranya, Prabu Ratu Carita, menjadi raja dalam tahun 1551 Tahun 1567 naiklah Nu Siya Mulya ke Singgasana tuk memerintah negeri yang kejayaannya telah lama pudar tak sanggup liwati pergantian masa, tak kuat hadapi lawannya Nu Siya Mulya disebut pula Prabu Seda karena ia gugur dalam pertempuran di tahun 1579 sewaktu balatentara Pangeran Yusuf dari banten menyerbu dalam peristiwa burakna Pajajaran Porak poranda seisi negeri, musnah sudah keagungan Watu Gigilang, Warisan Karuhun, tempat penobatan raja dibawa pergi ke tanah Banten Tamat sudah sejarah kerajaan Pakuan Pajajaran Namun, tak dilupakan orang jaman keemasan Seperti masih disebut dalam pantun Bogor, Kujang di Hanjuang Siang: Masih mending Jaman Pajajaran ketika masih ada Kuwerabakti ketika guru bumi dipuja-puja ketika lumbung umum isinya melimpah tiada tani perlu ngijon, tiada tani gadaikan pekarangan tiada tani mati karena kesal tiada tani mati karena lapar

Bantenlah pewaris kekuasaan di Pasundan dan beberapa waktu namanya tersohor di Jawadwipa banyak pula raja muslimnya yang termashur yang namanya terpatri dalam ingatan bangsanya Sultan Hasanudin yang gagah perkasa berwibawa dan dijunjung tinggi Sultan Ageng yang tegas tak kenal takut berani menantang keangkuhan bangsa Belanda di Batavia Tapi pada akhirnya, kalahlah Banten bersama Kesultanan Cirebon Karena muslihat dan peperangan, dengan bangsa penjajah itu

Adapun bangsa Belanda, pertama datang untuk berdagang namun perlahan-lahan, ditegakkannya kuasa di Jawadwipa, dan seluruh Nusantara Tanggal 30 Mei 1619, Saka 1541, Jayakarta jatuh ke tangan Yan Pieterzen Coen dan Juni tanggal 22 tahun 1621, Saka 1543 diberi nama Batavia, pada kota pelabuhan itu Jaman para raja agung telah hampir selesai Kejayaan dan kemuliaan Jawadwipa, perlahan meredup, untuk akhirnya padam selama masa penjajahan Namun, sebelum keagungan, keindahan dan keperkasaan jiwa kebangsaan berangkat tidur masih berdiri sebuah kerajaan tersohor namanya Mataram

Seperti telah disebutkan dalam kata-kata yang terdahulu tentang berdirinya kesultanan Demak yang bangkit penuh pesona di atas reruntuhan Majapahit dan memulai babak baru dengan ajaran baru
Kekuasaan inilah yang selama beberapa masa dipertuan  di Jawadwipa, berpengaruh di Nusantara
Dari pelabuhannya armada andalan negeri berlayar perangi perompak dan amankan laut Adipati Unus, putra Raden Patah adalah laksamana Demak yang tangkas dan ternama lalu Raden Trenggana, raja yang cakap, memerintah bijaksana beroleh wahyu hidayat walaupun tak lama masa jaya Demak
namanya bangkitkan juga semangat kepahlawanan Kemudian kalahlah Demak oleh Pajang Kesultanan baru yang muncul sesudahnya Memerintah di pajang Sultan Adiwijaya Dari tahun 1550 hingga 1582 Dialah yang anugerahkan daerah Mataram untuk diperintah Pada Ki Gede Pemanahan panglimanya Adapun Mataram di bagian tengah Jawadwipa meliputi Surakarta, Kalasan, Klaten, Yogyakarta, Kota Gede, Bantul, Imogiri, Sleman, hingga ke pantai selatan Di sana, tempat raja-raja agung di masa Hindu yang telah silam kini bangkit kuasa tak tertandingi yang namanya getarkan kalbu Nusantara

Putra Ki Gede Pemanahan, Sutowijoyo yang bergelar Pangeran Ngabehi Lor Ing Pasar lalu menggantikan ayahandanya, memerintah negeri Mataram diteguhkannya kekuasaan, dikalahkan para lawannya dikibarkannya panji Mataram, diangkatnya senjata melawan Pajang semangkatnya Sultan Adiwijaya, di tahun 1582 naik takhta Sutowijoyo dengan gelar Panembahan Senopati Ing Ngalaga Dari Kuto Gede, ibukota negeri barisan-barisan Mataram menyerbu para adipati merdeka
di sekitar pantai Utara dan Surabaya nama Sang Prabu disegani di seluruh pulau dihormati hingga sejauh Cirebon Kemudian mnagkatlah ia ditahun 1601 dan dimakamkan di Kuto Gede

Berganti memerintah Mas Jolang, Putra Sang Prabu dengan gelar Sunan Hadi Prabu Anyakrawati selama 12 tahun ia memerintah, lalu wafat di desa Krapyak kabarnya terbunuh oleh pengkhianatan
ketika sedang memimpin pasukannya untuk menyerbu dan menundukkan pantai Utara Ia dimakamkan di Kuto Gede, di dekat makam ayahandanya

Putra Panembahan Seda Krapyak, dinobatkan tahun 1613 namanya Sultan Agung Prabu Anyokrokusumo Dialah raja Mataram yang termashur pada masanya Sabda Pandita Ratu sesungguhnya dijunjung, diabaikan dan diamalkan Sang Prabu semulia Airlangga dan Hayam Wuruk  Gagah berani bagai Wijaya Kertarajasa cakapnyapun seperti mahapatih Gajah Mada sebagai raja Sultan Agung adil dan jujur  cita-citanyapun suci, ingin satukan Nusantara  tahun 1624 tentara Mataram tundukkan Madura dan pada Sang Prabu, Panembahan Cakraningrat berikan janji setia
Lalu Adipati Pekik di Surabaya menyerah pula setelah bertempur berani dan dikepung berbulan-bulan iapun diampuni oleh kebesaran hati Sang Prabu malah dinikahkan dengan adinda raja agung
Kemudian Sang prabu kirimkan pasukannya ke Sukadana di Kalimantan Barat hingga negeri itupun tunduk padanya Ketika Sang Prabu sentuhkan kuasanya ke tanah Banten kuatirlah bangsa Belanda di Batavia dan mereka coba halang niat Mataram Pada tahun 1628 dan 1629 balatentara Mataram bertempur di Batavia untuk habisi kuasa asing di Jawadwipa Ratusan adipati dan tumenggung berangkat diiring ribuan prajurit, berbaris gegap gempita Para adipati di tanah Pasundan turut berperang dan lumbung-lumbung padi di Krawang disiapkan untuk masa perang yang panjang
Lasykar tumenggung Bahusasra, mendarat beramai di Merunda pasukan Adipati Ukur menggempur, pintu benteng Batavia  Berbulan bangsa asing terkepung, hampir binasa seisi Batavia Namun armada Belanda datang membantu dari Maluku dan pengkhianat membakar lumbung-lumbung padi hingga terpukullah tentara Mataram dalam pertempuran dan oleh kelaparanAkhirnya mundurlah barisan Mataram, dengan kecewa karena gagal penuhi amanat Sang Prabu Akan tetapi telah ditunjukkan pada penjajah Keampuhan bangsa dan keberanian ksatria-ksatria Nusantara Dalam perang penaklukan terakhir di tahun 1639 tunduklah Blambangan di Timur Jawadwipa Besarlah kuasa Mataram yang meliputi seluruh Jawadwipa, kecuali Banten dan Batavia pengaruhnyapun terasa, sejauh Palembang, Jambi dan Banjarmasin

Sultan Agung negarawan yang bijaksana pula karena padat sudah tanah Mataram dipindahkannya sebagian penduduk ke Krawang Ia juga seorang sastrawan dan pujangga agung yang menuliskan kitab Sastra Gending Ditunjukkannya ajaran nabi Muhammad dalam wadah budaya Jawa, nan tua dan indah Penanggalan tarikh Saka, disesuaikan dengan tahun  Hijriah Hari Raya Garebekpun dirubah maknanya, menjadi Garebek Puasa dan Garebek Maulud Pantaslah dikenang kejayaan Sultan Agung raja, pujangga dan putra Nusantara sejati Tahun 1645 Sultan Agung yang mulia wafat
di Imogiri, pemakaman para raja, ia dimakamkan

Tahun 1645 naiklah ke atas takhta putra  Sultan agung, Sunan Amangkurat I dari Kartasura ia memerintah Jawadwipa dengan keras hati dan sifat yang kejam dimusnahkannya para bangsawan yang membangkang dibinasakannya kaum ulama yang menentang Maka meletus perlawanan di tahun 1674 dipimpin oleh Trunojoyo dan Adipati Anom, putra mahkota dengan dukungan para bangsawan dan kaum ulama prajurit Sang Prabu dikalahkan dan akhirnya kratonpun diserbu Sunan Amangkurat I lari ke arah Barat Kini Adipati Anom menyesal, lalu berbalik menyusul ayahandanya Di Tegal arum, pada tahun 1677, wafatlah Sang prabu Dan di sanalah ia dimakamkan

Atas dukungan tentara Belanda, naiklah Adipati anom ke atas takhta di Surakarta ia memerintah, dengan gelar Sunan Amangkurat II Kini kekuasaan Belanda telah merasuk Jawadwipa Yang telah sirna jayanya dan hilang keagungannya Berdiri pula loji Belanda di Surakarta untuk awasi setiap langkah Sang Prabu Pada masa itulah budak dari Bali Untung Surapati lari ke arah Timur dari Batavia, dengan pengiring-pengiringnya Di Surakarta digemparkannya seisi negeri ketika ia berlaga dengan tentara Belanda lalu didirikannya kerajaan di Pasuruan yang musnah bersamanya, dalam dentuman meriam bedil tentara penjajah Kerajaan Matarampun akhirnya pecah jadi empat
karena muslihat dan hasutan Belanda, yang panaskan persengketaan keluarga Setelah perjanjian Giyanti di tahun 1755 di Yogyakarta Hadiningrat, Mataram sebelah Barat memerintah Sultan Hamengkubuwono I sedang di Surakarta, tetap memerintah Susuhunan Pakubuwono Pada perjanjian Salatiga didirikan di Surakarta daerah merdeka, di bawah Raden Mas Said, yang bergelar Mangkunegoro I Kemudian berdiri pula kala Sir Stamford Raffles berkuasa di Nusantara daerah merdeka di Yogyakarta, di bawah pangeran Notokusumo, yang bergelar Sri Paku Alam I Kini selesailah babak Mataram, sirna ditelan jaman penjajahan

Dalam abad Masehi ke 19 hidup di Yogyakarta Hadiningrat, pangeran Diponegoro Dialah putra sulung raja Hamengkubuwono III yang gagah berani dan taat beragama Dengan muak dipandangnya seisi kraton mengikuti kemauan penjajah Belanda Bermusuhan ia dengan Adipati Danurejo dan para pejabat bangsa Belanda Karena hinaan bangsa penjajah, geramlah Diponegoro Pada tahun 1825 diangkatnya senjata melawan tentara Belanda, hadapi lasykar Danurejo Lima tahun Jawadwipa dilanda perang dan darah tertumpah di bumi tercinta Kyai Maja, Sentot Alibasyah dan banyak lagi sertai Sang Pangeran mempimpin rakyat perangi lawan Tapi, pada tahun 1830, dengan dalih mengajak berunding Penjajah yang licik tangkap Diponegoro Ke Menado ia dan keluarganya, diiring para pengikut diasingkan Kemudian Belanda memindahkannya ke Makassar dan di sanalah ia, pahlawan Nusantara, wafat

Di malam terang bulan, kala tak sejengkal awanpun bawakan curahan hujan berkumpul putra-putra tanah ini; di halaman kraton di depan rumah pak lurah atau di pesta perkawinan Menyaksikan bayang-bayang dibalik layar putih, yang samar-samar diterangi lampu blencong dan sinar purnama
bayang-bayang wayang kulit yang dihidupkan Ki Dalang bawakan kisah cerita Mahabarata Kelima Pandawa pembela kebenaran, berperang musnahkan kaum Kurawa dan para raksasa keempat tokoh dari Karang Tumaritis, hibur para penonton dengan kata-kata jenaka dan gelak tawa Nasihat-nasihat bertuah suci dari leluhur, tiba di hati penggemar wayang diiring bunyi merdu gamelan, nan ramaikan malam indah di bumi Jawa Terbit pula kekaguman akan masa lalu, tatkala, mereka saksikan gemulai lembut penari-penari Serimpi dan Bedoyo Tidak, jiwa bangsa tidak mati dalam alam penjajahan di suatu hari kelak rasa kebanggaan dan cinta tanah air akan merdekakan negeri terkasih.

By alang alang kumiter

Download dalam Bentuk Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar